Saatnya Introspeksi Diri



KHUTBAH JUMAT

Saatnya Introspeksi Diri
Oleh:
H. Aip Aly Arfan, MA

Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!

Hari demi hari telah kita lewati, minggu demi minggu telah kita lalui dan bulan demi bulan telah kita jalani hingga tibalah kita pada hari ini Jumat 26 Desember 2014. Ini artinya beberapa hari  lagi kita akan memasuki tahun baru 2015. Ini artinya pula bahwa usia kita bertambah setahun. Semakin hari semakin tualah usia kita. Sebelumnya kulit kita masih kencang, sekarang kulit kita sudah mulai mengendur. Dulu rambut kita berwarna hitam, sekarang sudah banyak ubannya. Di antara kita ada yang dahulunya masih anak-anak, sekarang  sudah punya anak, bahkan cucu. Ini semua merupakan tanda-tanda yang diberikan Allah SWT kepada kita bahwa akan datang suatu waktu di mana kita akan kembali kepada Allah Swt, saat itulah di mana tidak ada lagi saudara, keluarga, sanak saudara, tetangga dan sahabat yang menemani kita dalam suatu kondisi yang disebut mati. Bahkan yang namanya kematian tidak mengenal usia. Ada yang meninggal dunia pada usia 80-an tahun, ada. Yang meninggal dunia pada usia 60-an tahun banyak, yang meninggal dunia pada usia 40-an tahun juga banyak, yang meninggal dunia sebelum usia 30-an tahun pun tidak sedikit. Pertanyaannya, sudah siapkah kita semua dalam menghadapi kematian yang pasti akan menghampiri kita semua?

Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Di sinilah pentingnya kita meresapi dan menghayati betapa pentingnya waktu bagi kehidupan kita dan selanjutnya kita beramal saleh sebanyak-banyaknya agar kita tidak termasuk orang-orang yang merugi sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-Ashr..Dalam bahasa Arab pentingnya waktu diungkapkan dengan kalimat berikut:
الوقت كالسيف إن لم تقطعه قطعك
Waktu itu ibarat pedang yang jika kamu tidak dapat menggunakannya dengan baik, maka ia yang akan membinasakanmu.
Dan di sinilah pentingnya kita memiliki sikap yang bijaksana dalam menghabiskan waktu kita yang tersisa. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan berupaya mengendalikan diri dan hawa nafsu kita dari perbuatan-perbuatan dan amalan-amalan yang tidak berguna untuk kepentingan kita setelah ajal menjemput.
Kita harus pandai-pandai mengendalikan hawa nafsu kita dan melakukan perbuatan-perbuatan baik demi kepentingan kita di akhirat nanti.
الكيس من دنا نفسه وعمل لما بعد الموت
Dalam sebuah pernyataan yang sangat popular, khalifah kedua, Umar bin Khattab pernah menegaskan pentingnya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Beliau mengatakan:
حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا
Introspeksi dirilah kalian sebelum nanti diri kalian dinilai.

Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Maka dari itu, pada momen pergantian tahun ini, yang terbaik yang perlu kita lakukan bukan membunyikan terompet tahun baru, bukan juga berpawai keliling kota,  atau menyalakan kembang api. Yang harus kita lakukan, dan inilah yang terbaik, yaitu melakukan evaluasi diri dan introspeksi diri dengan bertanya kepada diri kita masing-masing, sudah siapkah kita kembali menghadap Allah Swt? Sudah berapa banyakkah bekal yang kita persiapkan untuk kehidupan akhirat kita? Dan apakah jiwa kita ketika kembali kepada Allah Swt merupakan jiwa yang tenang yang mutmainnah dan diridai oleh Allah Swt sehingga dimasukkannya diri kita kedalam surga-Nya?
Oleh karena itu marilah kita sama-sama menghitung sudah berapa banyak kebaikan yang kita lakukan selama ini? Marilah sama-sama kita menghitung berapa banyak dosa dan kesalahan yang kita lakukan sebelum dihitung nanti di akhirat. Karena apa? Karena kematian itu pasti dan tidak seorang pun yang dapat menghindarinya.

Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Demikianlah khutbah Jumat singkat kali ini. Semoga bermanfaat dan kita berdoa semoga kita dapat menggunakan sisa waktu kita dengan hal-hal yang baik yang Allah ridai dan semoga hidup kita nanti diakhiri dengan husnul khatimah. Amin Ya Rabbal Alamin.


018. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Orasi Ilmiah



MENUJU PENINGKATAN KUALITAS ALUMNI STAIINDO JAKARTA
DEMI REKONSTRUKSI PERADABAN ISLAM DI INDONESIA*)
Oleh:
H. Aip Aly Arfan, MA
Assalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yth.   Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Indonesia (STAIINDO) Jakarta
Yth.   Segenap Pembantu Ketua STAIINDO Jakarta
Yth.   Segenap Ketua Program Studi STAIINDO Jakarta
Yth.   Para Dosen dan karyawan STAIINDO Jakarta
Yth.   Segenap Fungsionaris Organisasi Kemahasiswaan BEM dan PPMI
Yth.   Para Alumni STAIINDO Jakarta
Yth.   Para Hadirin sekalian
 Pertama-tama  izinkan saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada Panitia Pelaksana BEM STAIINDO Jakarta beserta seluruh fungsionarisnya atas inisiatifnya yang sangat baik dalam menyelenggarakan acara yang mempertemukan alumni STAIINDO Jakarta dengan almamaternya ini. Ini adalah acara yang sangat penting dalam rangka mempererat tali silaturahim yang telah terjalin sejak masa-masa pendidikan dahulu hingga sekarang.
Tentunya banyak hal yang telah terjadi setelah menjadi sarjana. Ada yang sudah memasuki dunia kerja, berkarir dan berkarya dalam berbagai bidang yang diminati, baik sesuai dengan program studi yang ditempuhnya atau tidak. Ada juga mungkin yang sampai detik ini belum bekerja atau memiliki usahanya sendiri karena sebab dan latar belakangnya masing-masing. Bagi yang sudah memiliki karier dan atau usaha, saya mengucapkan selamat, semoga karier dan usahanya semakin baik dan dapat memberikan pengaruh positif dan manfaat, baik untuk diri, keluarga, lingkungan hingga bangsa dan negara serta agama. Bagi yang belum, jangan berputus asa dan harapan. Teruslah berusaha dan berupaya. Yakinlah bahwa anda bukanlah orang yang gagal karena yang gagal pada hakekatnya adalah yang berhenti berupaya dan berusaha serta berdoa. Dan jika kita gunakan teori kesuksesan, maka yang dimaksud sukses, bukan pada hasil yang kita dapat, tapi pada proses yang kita lakukan. Maka kalau kita selalu melakukan segala aktivitas kita dengan nilai-nilai kebaikan, maka itulah kesuksesan yang sebenarnya.
Para alumni STAIINDO Jakarta yang saya banggakan!
Memulai orasi ilmiah ini saya ingin menyitir sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.
Tentunya tidak asing bagi kita hadis yang saya sampaikan ini yang mengaitkan antara pembangunan jaringan dengan peningkatan ekonomi yang dalam bahasa klasiknya ada hubungan yang erat antara silaturahmi dengan luasnya rizki. Dari sini kita dapat mengatakan bahwa acara yang diselenggarakan hari ini tidak bertujuan untuk memamerkan kesuksesan para alumni yang malah akan menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial di antara para alumni.
Acara yang sangat positif ini juga tidak bertujuan untuk meminta jatah “materi” dari para alumninya yang sudah sukses. Oleh karena itu, pertemuan kita pada hari ini hendaknya dijadikan sebagai momentum untuk benar-benar mempererat tali silaturahmi antar alumni yang bisa dijadikan awal yang positif bagi pengembangan karier yang pada gilirannya akan menjadi faktor meningkatnya kehidupan ekonomi para alumni itu sendiri.
Banyak hal yang bisa diambil manfaatnya dari acara kita ini. Bagi para alumni yang sudah memiliki karier yang bagus dan ingin mengembangkannya, mereka bisa merekrut para alumni yang saat ini membutuhkan pekerjaan. Atau kalau para alumni sudah sama-sama memiliki karier yang bagus, mereka bisa mengembangkannya dengan menjalin kerjasama di antara mereka sehingga karier mereka menjadi tambah berkembang yang tentunya sangat berdampak pada peningkatan kehidupan ekonomi mereka. Bahkan bukan hanya itu, dengan berkembangnya usaha para alumni ini, lambat laun dampaknya akan terasa juga bagi peningkatan ekonomi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Bapak Ketua, para Pembantu Ketua dan Segenap Civitas Akademika dan Para alumni STAIINDO Jakarta!
Jika membaca laporan yang dikeluarkan Global Competetiveness Report tahun 2012, kita tersentak dengan melorotnya daya saing bangsa kita yang berada dalam posisi yang sangat rendah. Yang lebih ironis, kondisi IPM (Human Development Index) bangsa Indonesia juga sangat rendah, bahkan jauh lebih rendah dari beberapa negara tetangga di Asia Tenggara di mana pendidikan berdasarkan IPM diakui sebagai salah satu parameter keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Human Development Index 2013 yang dikeluarkan UNDP untuk mengukur tingkat kualitas kehidupan suatu negara dari sisi pendidikan, kesehatan maupun angka harapan hidup, dari 167  negara, Indonesia berada pada rangking 121.
Namun  jika dibandingkan dengan kelompok G-20, Indonesia berada di peringkat nomor dua paling bawah. Australia berada di peringkat 2, Amerika (3), Jerman (5), Jepang (10), Kanada (11), Inggris (26), dan Perancis (20), Rusia (55), Brasil (85), dan china (101). Kita hanya sedikit lebih baik dari India yang berada di peringkat 136.
Sementara di kelompok Negara-negara ASEAN, peringkat daya saing sumber daya manusia Indonesia berada di bawah Singapura (18), Brunei Darussalam (30), Malaysia (64), Thailand (103), dan Filipina (114).
Ini artinya peningkatan daya saing bidang sumber daya manusia belum mencapai tahap yang maksimal. Karena itu, perlu di lakukan pembenahan yang intensif, terutama pada bidang pendidikan agar kualitas sumber daya manusia Indonesia bisa lebih berkualitas dan berdaya saing.
Sebenarnya inilah yang sedang dilakukan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Indonesia (STAIINDO) Jakarta, upayanya melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki daya saing baik dalam skala lokal maupun  global, di samping tentunya melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang menjadikan nila-nilai Islam sebagai dasar dalam setiap perilaku, aktivitas dan tujuan para alumninya. Dan tentunya kita berharap semoga apa yang STAIINDO Jakarta dan kita semua cita-citakan dapat terwujud. Amin Ya Rabbal’alamin.
Para alumni STAIINDO dan segenap Civitas Akademika yang saya hormati!
Setiap alumni perguruan tinggi di dunia ini tentu memiliki impian, angan-angan dan cita-cita untuk diri mereka sendiri yang secara praktis, pragmatis dan ekonomisnya, memiliki kesempatan yang luas dalam mengembangkan karier mereka, baik secara langsung berhubungan dengan bidang yang mereka tekuni selama menimba ilmu di almamater mereka, maupun tidak. Begitu juga dengan alumni STAIINDO Jakarta yang kita cintai ini. Ini merupakan hal yang lumrah dan wajar-wajar saja. Namun yang jadi permasalahan adalah ketika seorang alumni perguruan tinggi, apalagi yang berlabel Islam, yang dipikirkan hanyalah interes pribadi mereka tanpa ada komitmen untuk juga memikirkan bagaimana masa depan teman-teman satu alumninya, atau bahkan bagaimana nasib agama mereka nantinya. Di sinilah pentingnya acara temu alumni yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Indonesia (STAIINDO) Jakarta. Dengan penyelenggaraan acara-acara seperti ini diharapkan para alumni STAIINDO Jakarta menjadi diingatkan akan tujuan-tujuannya dalam belajar di perguruan tinggi itu yang bukan hanya untuk mendapatkan gelar sarjana dan dengan itu bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, tapi juga dapat menjadi perantara bagi pengembangan karier teman-teman sealmamaternya dan yang sangat penting, menjadi salah satu faktor dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas secara khusus dan peradaban Islam di Indonesia secara lebih luas.
Berbicara tentang peradaban Islam dan bagaimana membangunnya, pada kesempatan yang sangat baik ini saya ingin mengajak para alumni STAIINDO Jakarta khususnya dan civitas akademikanya secara umum, marilah kita bersama-sama ikut memberikan  kontribusi kita dalam merekonstruksi peradaban Islam di Indonesia dengan sama melakukan hal-hal berikut:
1.      Membudayakan membaca
Membaca merupakan salah satu metode yang kerap dilakukan oleh manusia untuk dapat meningkatkan kecerdasan, mengakses informasi dan juga memperdalam pengetahuan dalam diri seseorang. Dengan memahami dan mengerti isi dari sebuah bacaan, seseorang akan mendapatkan banyak keuntungan untuk memperluas cakrawala berpikir dengan sedikit usaha dan modal yang relatif sedikit. Kegiatan ini sering kali dihubungkan dengan faktor-faktor kesuksesan seseorang dalam berpikir dan bertindak karena pada umumnya mereka yang gemar membaca dapat bertindak lebih sistematis dan berpikir secara kritis dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi.
Kebiasaan membaca juga sering dikaitkan dengan seorang pemimpin. “A good leader is a reader, seorang pemimpin yang baik adalah seorang pembaca,” demikian kata-kata bijak yang sering dikutip oleh banyak pemimpin. Kualitas seorang pemimpin banyak ditentukan oleh tingkat intelektualitas dirinya. Sementara indikator intelektualitas seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan dan tingkat pendidikan tetapi juga dilihat dari kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Hal ini bukan hanya untuk indikator intelektualitas tetapi juga berkaitan dengan karakter dan kepribadian. Seorang pemimpin yang pembaca sudah jelas menunjukkan sikap kesediaan terus belajar, terus mau menimba ilmu dan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Seorang pembacalah yang selalu siap bertumbuh dan berkembang.
Sebagaimana kita ketahui bersama, salah satu indikator peradaban yang maju dapat dilihat dari budaya membaca dan menulisnya peradaban tersebut. Lihat bagaimana Amerika, Inggris, Jerman, Jepang dan negara-negara maju yang lain ketika membangun peradaban mereka. Membaca dan menulis sudah sangat membudaya di kalangan mereka. Bandingkan dengan di Indonesia.
Terkait dengan indikator membudayanya membaca di negara-negara maju yang saya sebutkan di atas, dapat kita saksikan bagaimana orang biasa saja mengisi waktu kosong atau waktu luangnya dengan membaca, apakah itu suratkabar, majalah, novel, atau buku non-fiksi. Jika bepergian kemana pun, mereka terbiasa selalu menyelipkan buku di dalam tas atau menentengnya di tangan. Sebab itu, bukan pemandangan aneh jika di dalam subway, di taman-taman, di halte bus, di depan loket berbagai instansi, di pinggir jalan, maupun di pantai, mereka selalu asyik mengisinya dengan kegiatan membaca. Orang-orang Jepang terkenal sebagai masyarakat yang “kutu buku” dalam cerita-cerita yang berkembang di dunia internasional yang mana dibuktikan dengan fakta bahwa tiap tahun lebih dari 1 miliar buku dicetak.
Ini orang biasa saja. Tentunya, orang-orang yang berhubungan dengan dunia pendidikan, pasti lebih dari itu. Sebaliknya di Indonesia, kita akan menemukan banyak sekali saudara-saudara sebangsa kita tengah asyik memainkan gadget mereka, bukan membaca. Sebab itu, Indonesia sejak lama menjadi pangsa pasar yang sangat menggiurkan bagi para produsen ponsel dunia. Bahkan, negeri ini telah menjadi semacam wilayah test pasar bagi produk-produk ponsel dunia teranyar. Dan beberapa tahun belakangan ini, ponsel dengan fasilitas chatting atau pun yang membenamkan kemampuan untuk bisa ber-fesbukan-ria dan twitteran laku keras. Blackberry-pun naik daun. Meskipun belakangan menjadi kurang diminati karena telah digantikan dengan smartphone yang lebih variatif aplikasinya.
Kalau saya menyebutkan negara-negara maju yang berlatar belakang non-muslim sebagai contoh-contoh dalam hal budaya membaca, ini bukan berarti tidak ada contoh dari umat Islam. Karena telah terbukti dalam sejarah peradaban Islam bahwa pada masa bani Abbasiyah, membaca ini telah menjadi budaya di kalangan umat Islam. Hal ini bisa dilihat dari maraknya penerjemahan buku-buku yang berasal dari Yunani ke dalam bahasa Arab. Selain itu juga bisa dilihat dari banyaknya perpustakaan yang dibangun pada masa itu.
Sebenarnya, aktivitas membaca dalam Islam bukan hanya memiliki dimensi materi, tapi juga rohani. Hal ini bisa kita lihat pada perintah Allah SWT pada ayat-ayat al-Quran yang pertama kali turun, yaitu perintah untuk membaca. Dari surat al-Alaq ayat 1-5 ini kita bisa menyimpulkan bahwa aktivitas membaca, membaca apa saja, bukan hanya membaca al-Quran, tapi apa saja yang bisa dibaca merupakan aktivitas yang bernilai ibadah yang nilainya melebihi ibadah itu sendiri. Oleh karena itu, maka sangatlah ironis, jika kita sebagai umat Islam, yang diperintah membaca oleh Tuhannya, tetapi malah jauh dari budaya membaca ini.
Banyak cara yang bisa dilakukan agar dapat menanamkan budaya membaca umat Islam. Hal yang sederhana yang bisa kita lakukan adalah kita sendiri yang memulai di keluarga kita karena dengan seperti itu akan tumbuh ketertarikan anak membaca buku karena melihat orang tuanya membaca. Bayangkan, jika setiap keluarga muslim telah memulai budaya membaca ini, maka bukan hal yang impossible, tidak lama lagi aktivitas membaca ini menjadi budaya umat Islam.

2.      Membudayakan menulis
Ini berkaitan dengan budaya membaca, atau kita dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara menulis dengan membaca di mana kita dapat mengatakan bahwa seseorang tidak mungkin dapat menulis tanpa membaca, meskipun tidak semua pembaca adalah penulis. Selain itu hubungan antara menulis dengan membaca dapat kita lihat dari gaya penulisan seseorang, di mana seseorang memiliki gaya penulisan tertentu dapat dilihat dari bacaannya.
Hubungan antara menulis dengan membaca dapat kita lihat dari manfaat membaca itu sendiri, di mana dengan membaca, seorang penulis mengisi dirinya. Ia tidak hanya memetik manfat yang ada dalam apa yang dibacanya. Melalui dan dengan membaca, seorang penulis menemukan ide dan ilham baru.
Yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa marilah kita sama-sama membudayakan membaca yang dengan itu kita berharap juga menjadi penulis. Karena kuantitas tulisan  juga merupakan satu hal yang membedakan antara peradaban yang maju dengan yang tidak. Negara-negara maju yang saya sebutkan di atas adalah negara-negara dengan tingkat menulisnya sangat tinggi. Begitu juga dengan umat Islam ketika mencapai puncak kejayaannya di masa silam, yang ditandai dengan banyaknya tulisan dan karya ilmiah yang diterbitkan. Bukankah kita pernah memiliki ilmuwan-ilmuwan, filosof dan akademisi yang sangat produktif dalam menulis seperti al-Kindi yang diriwayatkan telah menulis lebih dari 240 buku dan Imam al-Ghazali yang menulis lebih dari 70 buku. Kita juga punya Ibn Rusyd yang menulis lebih dari 55 buku.

3.        Meningkatkan jumlah peneliti
Setelah membaca dan menulis, salah satu ciri negara-negara maju adalah banyaknya penelitian yang dilakukan. Maka jika kita lihat rasio peneliti di negara-negara maju, Indonesia tertinggal jauh dengan 4 sampai 5 orang saja per 10 penduduk dibanding di negara-negara maju yang sudah mencapai 80 per 10000 penduduk. Dari sini saya mengajak para alumni STAIINDO Jakarta khususnya dan civitas akademika yang lain umumnya termasuk saya tentunya untuk meningkatkan derajat akademik kita ke level yang lebih tinggi lagi. Jika baru menyelesaikan program Sarjana S1, yuk kita lanjutkan ke S2. Yang sudah menempuh S2, yuk kita lanjutkan ke S3.
Para alumni STAIINDO dan segenap Civitas Akademika yang saya hormati!
Dari uraian saya ini, saya ingin mengatakan pada intinya adalah bahwa anda semua para alumni STAIINDO Jakarta yang saya cintai dan banggakan, khususnya, dan kita semua hendaknya tidak berpuas diri dengan memiliki karier dan usaha yang cemerlang yang sudah anda dan kita dapatkan. Kita perlu terus meningkatkan kompetensi dan kapasitas kita dengan melakukan berbagai upaya agar karier dan usaha kita tidak hanya bermanfaat bagi diri kita sendiri saja tapi juga bagi orang banyak. Dalam konteks merekonstruksi peradaban Islam di Indonesia, kita harus melalukan setidaknya 3 hal di atas, yaitu membudayakan membaca dan menulis serta meningkatkan jumlah peneliti kita dengan harapan semoga peradaban Islam di Indonesia semakin mewujud yang ditandai dengan meningkatnya kemakmuran warga dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran dengan istilah Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.
Demikianlah orasi ilmiah yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan SILATURAHIM DAN TEMU KANGEN ALUMNI STAIINDO yang pertama kali digelar ini.
Atas perhatiannya saya sampaikan terima kasih dan apresiasi yang setinggi tingginya teriring harapan semoga STAIINDO Jakarta menjadi Pusat Keunggulan (Center of Excellence) dalam mendesain perubahan dan merekonstruksi peradaban Islam di Indonesia.
 Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
*) Orasi Ilmiah ini disampaikan pada acara Silaturrahim dan Temu Kangen Alumni di STAIINDO Jakarta pada 19 Oktober 2014