Menyikapi Kondisi Umat Islam Saat Ini



MENYIKAPI KONDISI UMAT ISLAM SAAT INI[1]
Oleh:
H. Aip Aly Arfan, MA[2]

Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Berdasarkan kalender hijriyah, hari ini kita berada pada tanggal 23 bulan maulid, Rabiul Awal tahun 1437 H. Ini artinya usia umat Islam sudah mencapai lebih dari 14 abad. Tentunya banyak peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah umat Islam. Perkembangan umat Islam pun dari tahun ke tahun dan dari periode ke periode sangat dinamis. Kita pernah mengalami pasang, sebagaimana kita juga pernah mengalami surut. Kita pernah mencapai puncak kejayaan, tapi kita juga pernah mengalami masa-masa kemunduran. Saat ini bisa dikatakan kita masih berada di masa kemunduran. Dan beberapa tahun terakhir ini bisa dikatakan kita berada di masa yang paling buruknya dalam sejarah. Mengapa demikian?
Dalam sejarah, umat Islam pernah mengalami banyak pertumpahan darah. Tapi jika dibandingkan dengan pertumpahan darah saat ini, maka pertumpahan darah dalam sejarah umat Islam belum seberapanya. Pada masa bani Abbasiyah, tepatnya pada tahun 1258 misalnya, umat Islam dibantai setelah diserang oleh pasukan Hulagu Khan dari Mongol. Baghdad bersimbah darah. Sungai-sungai pun memerah. Tapi jika dibandingkan dengan keadaan umat Islam saat ini, itu tidak ada apa-apanya. Saat ini yang bersimbah darah bukan hanya di Baghdad, tapi juga di Palestina, Myanmar, Kashmir, Yaman dan Syria.
Ini semua disebabkan karena serangan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Orang-orang non-muslim yang membenci Islam. Mereka bersatu padu mengepung Islam dan berkolaborasi dengan segala daya dan upaya dan dari berbagai penjuru berupaya menghancurkan Islam. Jumlah umat Islam yang jumlahnya sangat banyak pun tidak dapat berbuat banyak.
Pertanyaannya kemudian, mengapa ini semua bisa terjadi?
Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad Rasulullah Saw bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud)
Hadis ini menurut khatib sangat tepat dan relevan untuk menggambarkan keadaan umat Islam saat ini. karena umat Islam sekarang ini secara kuantitas sangat banyak. Namun jumlah yang besar ini tidak didukung oleh kualitas yang baik. Kualitas yang buruk inilah yang menyebabkan orang-orang kafir yang memusuhi Islam dapat menguasai umat Islam dari segala sisi yang diibaratkan seperti makanan dalam sebuah hidangan. Dan apa yang menjadi penyebabnya? penyebabnya adalah al wahn.
Apa itu wahn? Wahn adalah cinta kepada dunia dan membenci kematian. Cinta dunia dan takut mati inilah yang memyebabkan umat Islam kemudian tidak mau bersatu dan akhirnya mudah diadu domba oleh para musuh Islam. Sesama umat Islam tidak saling mengasihi. Tidak ada ukhuwah Islamiyah, bahkan di antara umat Islam sendiri yang terjadi adalah saling sikat dan saling sikut. Saling menghina dan menjatuhkan antar sesama muslim, sebaliknya kepada non-muslim malah saling mendukung dan bekerja sama. Padahal Allah SWT dalam firman-Nya surat Al-Fath ayat 29 telah menegaskan bahwa orang-orang yang bersama Nabi itu keras kepada orang-orang kafir dan sebaliknya berkasih sayang kepada sesama umat Islam.
Dan mengapa umat Islam dijangkiti penyakit al-wahn ini? Jawabannya sebagaimana yang dikatakan oleh KH. Zainuddin MZ karena umat Islam itu kuman, alias kurang iman. Karena kalau iman sudah bicara, dunia tak ada artinya. Kalau iman sudah bicara, akhirat lah yang utama. Kalau iman sudah bicara, penjara bisa lebih indah dari istana, bahkan tali gantungan laksana lambaian tangan bidadari. Dan kalau iman sudah bicara kalau kata Habieb Rizieq, Imam Besar FPI, jangankan dipenjara, mati pun saya siap.
Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Oleh karena itu, di momen bulan maulid ini, marilah kita sama-sama mengevaluasi diri kita, meningkatkan kualitas iman kita dan meneladani Nabi Muhammad Saw karena dengan itu semua kita dapat meningkatkan kualitas umat Islam.
Selain itu, khatib juga mengajak para jamaah sekalian, mari kita tingkatkan rasa persaudaraan kita sesama umat Islam, kuatkan benteng ukhuwah islamiyah kita. Ayo kita rapatkan barisan, himpun kekuatan, galang kerjasama dan persatuan, sehingga umat Islam menjadi umat yang disegani dan tidak direndahkan oleh umat lain sebagaimana Islam adalah agama yang mulia dan tidak ada yang menandingi kemuliaannya.
Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Di akhir khutbah ini, marilah kita sama-sama berdoa kepada Allah SWT agar kita semua diberikan rahmat dan kasih sayang-Nya dan dikuatkan iman kita. Juga kita berdoa agar para pemimpin kita diberikan hidayah oleh Allah SWT dan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada di negeri ini dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umat Islam khususnya dan untuk kepentingan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dan semoga negeri kita Indonesia ini menjadi negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafuur. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.
KHUTBAH KEDUA
اللهما أصلح ولاة أمورنا وفقههم لما فيه صلاحهم وصلاح الإسلام والمسلمين. اللهم أعنهم على القيام بمهامهم كما أمرتهم يا رب العالمين. واهدنا واهدهم إلى صراطك المستقيم. ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.



[1] Khutbah Jumat di Masjid al-Ihsan, Klender Jakarta Timur pada tanggal 23 Desember 2016.
[2] Khatib adalah Dosen Sejarah Peradaban Islam dan Kaprodi PAI STAI Indonesia Jakarta.

Bahagia dalam Pandangan Islam



MAKNA KEBAHAGIAAN
DALAM PANDANGAN ISLAM[1]
Oleh:
H. Aip Aly Arfan, MA[2]
الْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، أَحْمَدُهُ سُبْحَاَنَهُ وَهُوَ اَلْمَوْصُوْفِ بِصِفَاتِ الْجَلاَلِ وَالْكَمَالِ أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ذُو الْعَظَمَةِ وَالْجَلاَلِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْمَقَالِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وسلم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرِ صَحْبٍ وَآلٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كثيرا. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تُقَاتِهِ، حَيْثُ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Sebagai manusia, tentunya kita semua menginginkan kebahagiaan, apakah kita seorang  petani, guru, karyawan swasta, PNS, atau pejabat pemerintahan, anggota DPR, dll. Dan sebagai umat Islam, kebahagiaan yang kita inginkan bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Berbicara tentang kebahagiaan, ada orang yang bahagia di dunia, tapi sengsara di akhirat. Begitu juga sebaliknya, ada yang bahagia di akhirat, namun di dunia sengsara. Bahkan ada yang sengsara di dunia dan sengsara di akhirat. Na’uzubillah min dzalik. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Aamiin Yaa rabbal’aalaminn. Pertanyaannya adalah siapakah orang yang bahagia dalam pandangan Islam? dan bagaimana cara kita mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat nanti?
Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Banyak orang yang mengatakan bahwa bahagia itu pada saat seseorang meraih apa yang diimpikan dan dicita-citakannya. Dan memang, orang yang impian atau cita-citanya tercapai pasti akan merasa senang. Mendapatkan beasiswa, senang. Naik pangkat, senang. Usaha lancar, senang. Punya perusahaan besar, senang. Tapi perasaan senang berbeda dengan perasaan bahagia, karena di dalam kebahagiaan ada kepuasan dan kebermaknaan di dalamnya. Ada juga yang menghubungkan kebahagiaan dengan kekayaan, seperti uang, mobil dan rumah. Mereka mengatakan bahwa uang banyak itu membahagiakan. Mobil mewah itu membahagiakan. Rumah mewah itu membahagiakan. Tapi kenyataannya tidak semua orang merasa bahagia dengan itu semua. Banyak orang yang memiliki simpanan deposito di Bank, tapi tetap tidak bahagia karena terus memikirkan bagaimana menambah jumlahnya. Betapa banyak yang memiliki mobil mewah, tetapi tidak bahagia karena merasa ingin terus menggantinya dengan yang lebih mewah lagi. Betapa banyak orang yang memiliki rumah megah dengan kolam renang besar di dalamnya tidak bahagia karena merasa bosan dan ingin memiliki rumah mewah yang lain. Begitu seterusnya. Karena apa? Karena keinginan manusia itu tidak ada habisnya. Di sinilah peran Islam sebagai sebuah agama dan jalan hidup manusia yang memberikan jawaban tentang arti bahagia, bahwa yang membuat seseorang itu bahagia bukan kesuksesan-kesuksesan atau harta dan kekayaan tapi hati dan jiwa yang kaya. Inilah sebabnya mengapa banyak orang berpenghasilan sedikit, tapi bahagia. Tidak punya mobil mewah tapi bahagia dan tidak memiliki rumah megah, tapi bahagia. Karena kalau hati seseorang sudah merasa puas diri, yang dalam bahasa Arabnya memiliki sifat qana’ah dan jiwanya kaya, maka tidak ada masalah baginya apakah pangkatnya naik atau tidak, memiliki banyak uang atau tidak. Apakah punya mobil mewah atau tidak. Apakah punya rumah megah atau tidak, dan seterusnya. Bahkan, tidak ada masalah baginya jika tertimpa suatu musibah, terkena bencana, berpenyakit parah dan lain sebagainya. Sebagaimana hadis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim:
 لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Kaya yang hakiki itu bukan dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya yang hakiki adalah kaya hati.
Dan kaya hati inilah yang membuat seseorang bahagia. Sebaliknya, miskin hati akan membuat orang sengsara. Orang miskin hati bisa mengumpulkan harta tanpa memedulikan halal atau haram. Tidak jarang mereka berani menipu dalam bisnis, mengurangi timbangan, mencuri, dan korupsi. Inilah kemiskinan yang hakiki. Harta berlimpah, tapi tidak pernah merasa puas dan cukup dengan yang sudah didapatkannya.
Tapi ini bukan berarti  kita tidak boleh menjadi orang kaya. Islam tidak melarang orang yang ingin  kaya.  Pertanyaannya adalah, bagaimana cara menjadi orang kaya harta sekaligus memiliki hati dan jiwa yang kaya?
Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Agar memiliki hati yang kaya, maka kita harus: Pertama, tidak melihat pada harta orang lain. Allah SWT berfirman dalam surat Thaha ayat 131:
131. Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada sebagian dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengan itu. Dan karunia Tuhan kamu itu lebih baik dan lebih kekal.
Kedua, puas dengan pembagian rezeki dari Allah. Kita harus bekerja untuk meraih kekayaan, tentunya dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah SWT,  jujur dan bertanggung jawab. Setelah itu, kita merasa cukup, puas dan ridla dengan rizki yang Allah SWT berikan kepada kita, meskipun rezeki yang kita dapatkan hanya cukup untuk sehari saja. Dengan dua hal inilah kita menjadi kaya hati. Sebagaimana hadis nabi Muhammad SAW dari ’Ubaidillah bin  Mihshan  Al Anshary:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

Barang siapa yang hidup tenteram dan aman dalam  lingkungannya (diri, keluarga dan masyarakatnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan cukup untuk sehari itu, maka dunia seakan telah dimilikinya. (HR Tirmidzi dan Ibn Majah).
Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda: “… Ridlalah (terimalah) rezeki yang Allah tetapkan bagimu, maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan).” (HR at-Tirmidzi)
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
                        مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى
”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).
Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Demikian khutbah Jumat kali ini, semoga bermanfaat dan mari kita berdoa semoga semua termasuk kedalam golongan orang-orang yang kaya hati yang pada akhirnya kita semua bahagia dan dimasukkan kedalam surga oleh Allah SWT. Aamiin.
Yaa Allah Ya ghafuur..Ampunilah dosa-dosa kami, dan dosa orang-orang tua kami sebagaimana mereka telah mendidik kami sewaktu kami kecil.
Yaa Allah Ya Syakuur..Bantulah diri kami agar dapat mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepada kami dan jadikanlah kami orang-orang yang tunduk dan patuh kepada-Mu.
Yaa Allah Ya Shabuur. Karuniakanlah kepada kami kecintaan kepada kesabaran dan jadikanlah kami orang-orang yang sabar.
Yaa Allah Ya.Kariim..Ridhoilah kami dan masukkanlah kami kedalam surga-Mu,
Yaa Allah Ya Mujiibadda’awat. Kabulkanlah permohonan kami ini.



[1] Khutbah Jumat di Masjid Baiturrahman, Kemayoran Jakarta pada tanggal 16 September 2016.
[2] Khatib adalah Dosen dan Kaprodi PAI STAI Indonesia Jakarta.