MUHAMMAD IQBAL

DALAM KONSTELASI PEMIKIRAN MODERN ISLAM

DI INDIA

Oleh:

Aip Aly Arfan[1]

Abstrack: India is a big country in South Asia 
that has a long story. 
As the second largest muslim population in the world today, 
India played an important role in bringing up it’s thingkers 
in classical and modern period.
 However, this paper doesn’t thoroughly discuss 
the history of modern Islamic thought in India. 
This research focuses on Muhammad Iqbal’s position
 in the costellation of Islamic modern thought in India.
 Here, Iqbal play role as the islamic modern integrated thought
 between the very anti-Western with the pro-Western.
 

Keywords: Islamic modern, Muhammad Iqbal, Islamic thought renewal.

A.      Pendahuluan

Islam adalah agama terbesar kedua di India. Pada 2011, sensus penduduk negara tersebut menyebutkan, jumlah Muslim sebanyak 14,2 persen dari populasi atau sekitar 172 juta jiwa. Agama mayoritas, yakni Hindu, dengan jumlah sekitar 79,62 persen dari total penduduk. Selebihnya menganut Protestan, Katolik, Buddha, Jainisme, Sikh, dan Yahudi.[2] Pada tahun 2050 mendatang, diprediksi India akan mengalahkan India sebagai negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia sebanyak 300 juta jiwa.[3]

Mengutip Population by Region in India, peranan Muslim di negara berbentuk republik federasi di Asia Selatan ini dalam pengembangan Islam dapat dilihat dalam empat tahapan. Pertama, masa sebelum Kerajaan Mogul (705-1526). Kedua, masa kekuasaan Kerajaan Mogul (1526-1858). Ketiga, masa Kekuasaan Inggris (1858- 1947). Dan, tahap keempat, Islam pada negara India sekuler (1947-sekarang).

Masuknya Muslim ke anak benua India terjadi dalam tiga gelombang yang terpisah.
Orang-orang Arab masuk pada abad ke-8, orang-orang Turki pada abad ke-12, dan orang-orang Afghanistan pada abad ke-16.

Jauh sebelum Kerajaan Mogul berdiri, sebenarnya sejak abad ke-1 Hijriyah, Islam telah masuk India ketika Umar bin Khattab memerintahkan ekspedisi. Pada 643 M, setelah Umar wafat, orang-orang Arab menaklukkan Makran di Baluchistan.

Sebagai salah satu pusat peradaban di dunia, India memiliki sejarah yang sangat penjang. The Subcontinent ini diperkirakan telah dihuni manusia sejak abad 7000 SM. Namun baru tahun 3200 SM, sebagaimana ditulis John Mcleod dalam bukunya The History of India baru ditemukan perkampungan penduduk di lembah Indus dan Saravati di mana keduanya merupakan sungai terbesar di India yang mengalir dari Himalaya ke Asia Selatan dan bermuara di Laut Arab.[4]

Dengan latar belakang sejarah di atas, bagaimana dinamika pemikiran modern Islam di India? Tulisan ini tidak membahas secara penjang lebar sejarah gerakan Islam di India dan hanya akan memfokuskan penelitiannya pada posisi Muhammad Iqbal sebagai salah satu pemikir modern Islam di India.

Adapun metode penelitian yang diambil adalah metode deskriptif analisis dengan mengaitkan antara satu fenomena dengan fenomena lain dan komparasi antara satu pemikiran dengan pemikiran yang lain dengan tetap berupaya objektif dalam analisa-analisa yang dibuat.

B.       Gerakan Pemikiran Modern Islam di India

Pemikiran modernn Islam di India dipelopori oleh Syah Waliyullah pada abad ke-18 sebelum dijajah Inggeri yang dilanjutkan oleh Syah Abdul Aziz pada akhir abad ke-18 saat Inggris sudah menjajah India selama.....Pembaruan pemikiran Islam setelahnya dilanjutkan oleh Sayyid Ahmad Syahid (1786-1831) yang mendirikan gerakan Mujahidun sebagai basis gerakan pembaruannya yang bersifat kemiliteran. Setelah wafatnya, gerakan Mujahidun terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok Jihad fisik yang mengedepankan peperangan dan jihad non fisik yang lebih ke jihad pemikiran. Kelompok yang pertama dilanjutkan oleh dua orang bersaudara, Maulvi Wilayat Ali (w: 1852) dan Maulvi Inayat Ali (w:1858). Sedangkan kelompok yang kedua dijalankan oleh Muhammad Qasim dan Muhammad Iqbal, pemikir pembaruan yang menjadi fokus penelitian ini.

Pembaruan Pemikiran Islam memasuki babak barunya pada masa Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) yang mengubah konfrontasi dengan kompromi. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan umat Islam yang semakin lemah, terutama secara politik sepeninggal lemahnya kelompok Mujahidun dan kerajaan Mughal. Dalam melaksanakan pembaruannya, Sayyid Ahmad Khan mendirikan Gerakan Aligarh pada tahun 1878 yang kemudian menjadi Universitas Islam Aligarh pada tahun 1920 dan menjadi pusat gerakan pembaruan Islam di India hingga sekarang.

Gerakan Aligarh sepeninggal Ahmad Khan dilanjutkan oleh Nawab Muhsin Al-Mulk yang lebih dikenal dengan Sayyid Mahdi Ali (1837-1907) yang berhasil mendirikan Liga Muslimin India pada tahun 1906.

Pembaruan Pemikiran Islam di India pada fase selanjutnya dilakukan oleh Sayyid Amir Ali (1849-1928). Pemikiran pembaruannya dijelaskan secara panjang lebar pada bukunya yang berjudul The Spirit of Islam, buku yang menggambarkan bahwa Islam adalah agama kemajuan berdasarkan sejarah dan peradabannya. Pada tahun 1877 Sayyid Amir Ali berhasil mendirikan wadah persaatuan umat Islam di India yang diberi nama National Mohammedan Assosiation (NMA).

Pembaruan pemikiran Islam di India memasuki babak barunya pada masa Muhammad Iqbal, di mana pemikiran pembaruannya bisa dikatakan sebagai penggabungan kedua pemikiran pembaruan yang hadir pada masa-masa sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan secara lebih jelas siapa Muhammad Iqbal itu, bagaimana perjalanan hidup dan pemikirannya dan apa sajakah pemikiran-pemikiran pembaruannya di India serta posisinya dalam konstelasi gerakan pemikiran modern Islam di India.

C.      Riwayat Hidup Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab India (Pakistan sekarang) pada 9 Nopember 1877[5] dalam keluarga Islam yang taat beragama di mana ayahnya adalah seorang sufi. Ia menempuh pendidikan formalnya pertama kali di maktab yang dilanjutkannya ke Scottish Mission School  di mana ia bertemu salah seorang yang kemudian berpengaruh kepada pemikiran keagamaannya, yaitu Sayid Mir Hasan.

Pada 1895, ia ke Lahore dan belajar di Government College di mana ia bertemu oleh Sir Thomas Arnold, guru besar Universitas Aligarh dan berkenalan dengan filsafat Barat darinya yang kemudian merekonmendasikannya untuk belajar ke Eropa. Pada tahun 1908 ia berhasil meraih gelah doktor dari Universitas Munich Jerman  dengan tesis tentang mistisisme Persia setelah sebelumnya berhasil mencapai gelar MA pada Universitas Cambridge di Inggeris. Ia pun sempat menggantikan gurunya Sir Thomas Arnold sebagai pengajar di Universitas London yang telah berusia lanjut.[6]

Pada tahun itu pula (1908) ia pulang ke Lahore dan bekerja sebagai pengacara. Di samping itu ia juga aktif menggubah syair-syair sehingga ia terkenal sebagai pujangga dengan syair-syair yang menggelorakan semangat ajaran aktivismenya yang dinamis, ajaran tentang masa depan yang didasari nilai-nilai Islam yang sangat mengagumkan. Karirinya pun mulai menanjak sejak saat itu  di mana pada 1922 Muhammad Iqbal diangkat menjadi seorang bangsawan dan empat tahun kemudian menjadi anggota dewan legislatif pusat. Pada 1930 ia menjadi Ketua Liga Muslim.[7]

D.      Pemikiran Politik Muhammad Iqbal

Seperti pemikir-pemikir pembaruan yang telah lebih dulu hadir, Muhammad Iqbal juga hidup pada zaman di mana Inggris masih menjajah India. Oleh karena itu, pemikiran pembaruannya pun tidak terlepas dari faktor historis yang melingkupinya. Yang menarik adalah bahwa Muhammad Iqbal tidak memilih untuk bersikap kompromi terhadap para penjajah, namun juga tidak bersikap konfrontatif terhadap mereka. Ia berusaha untuk mengambil jalan tengah antara kedua jalan ekstrem yang ditempuh pendahulunya Sayyid Ahmad Khan yang sangan kompromistis terhadap kolonial Inggris dan yang ditempuh Syah Waliyullah yang yang sangat konfrontatif terhadapnya.

Dalam bidang politik, pemikiran pembaruan Muhammad Iqbal tertuang dalam semangatnya memperjuangkan Pan-islamisme di mana umat Islam bisa hidup adil dan makmur dalam naungan Al-Quran dan Hadis. Pandangan inilah yang kemudian mengkristal menjadi ide pendirian negara Pakistan, sehingga Muhammad Iqbal dijuluki sebagai Bapak Pakistan. Meskipun negara Pakistan sendiri baru berdiri sepeninggalnya. Dalam hal ini, pada tahun 1930 pada pertemuan tahunan di Liga Muslimin India, Muhammad Iqbal menyatakan: “Saya ingin melihat Punjab, daerah perbatasan Utara, Sindi dan Balukhistan bergabung menjadi satu negara” [8]

Selain Pan-Islamisme, pemikiran politik Muhammad Iqbal juga tampak pada prinsipnya mengenai pentingnya nasionalisme India yang dituangkan dalam banyak syairnya yang menyerukan kemerdekaan umat Islam dan persatuan umat Islam dan Hindu di India dalam satu negara yang berdaulat.[9]

E.       Pemikiran Keagamaan Muhammad Iqbal

Dalam pandangan keagamaan, khususnya berkenaan dengan Al-Quran dan Hadis, Iqbal mengafirmasi bahwa Al-Quran adalah sumber hukum yang utama. Namun dia berpendapat bahwa penafsiran Al-Quran berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.Tujuan utama Al-Quran menurut Iqbal adalah untuk membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta. Al-Quran tidak memuatnya secara detail, dan manusialah yang dituntut untuk mengembangkannya.[10] Sedangkan Hadis, Iqbal memiliki pandangan yang sama dengan Abu Hanifah yang terkenal dengan konsep al-Istihsannya. Dalam hal ini, Iqbal lebih cenderung melihat makna universalitas Hadis dibanding teksnya itu sendiri. Hal ini bukan tidak memercayai Hadis, tetapi lebih kepada sikap rasional dalam memahami substansi Hadis yang berupa ruh dan spiritnya.[11]

Selain itu, Iqbal sangan peduli dengan keadaan umat Islam saat itu yang sedang berada dalam kemunduran pemikiran dan jumud. Dia membangunkan umat Islam yang menurutnya sedang terlelap dalam tidurnya dan menyerukan kepada mereka agar bersikap aktif dan dinamis dengan meninggalkan paham fatalisme dan mengambil paham kebebasan. Menurut Iqbal, sebagaimana ditulis Smith, hidup itu bukan untuk dikontemplasikan, namun harus dijalani dengan penuh semangat.[12] Oleh karena itu, pintu  ijtihad harus dibuka kembali seluas-luasnya, termasuk dalam lapangan fikih. Hal itu, menurut Iqbal karena sejak masa-masa yang sangat dini dalam sejarah Islam sampai masa Daulat Abbasiyah telah bermunculan berbagai mazhab fikih sebagai bukti diberlakukannya ijtihad.[13] Dalam hal ini, Iqbal mengkritisi pandangan sebagian ulama yang memberikan persyaratan ijtihad yang sangat ketat sehingga tidak mungkin dipenuhi yang mengakibatkan hukum Islam menjadi stagnan dan tidak berkembang. Umat Islam pun dilanda penyakit taqlid yang berkepanjangan. Ia mengatakan bahwa sikap pemagaran ijtihad dengan syarat-syarat yang sangat sulit ini merupakan sikap yang ganjil dalam sistem hukum yang didasarkan pada Al Quran yang mengandung satu pandangan hidup yang dinamis.[14]

Seruan untuk bergaya hidup yang dinamis dan meninggalkan sikap hidup yang pasif kepada umat Islam ini begitu  kerasnya dalam tulisan-tulisan Iqbal sehingga dapatlah dikatakan bahwa inilah inti dari seluruh ide-ide pembaharuannya yang diarahkan kepada umat Islam. Dalam suatu syairnya, sebagaimana dikutip Smith, Iqbal, berkenaan dengan ide dinamismenya sampai mengatakan bahwa seorang kafir yang dinamis adalah lebih baik daripada seorang muslim yang pasif. Berikut ini syairnya:

Seorang kafir yang berada di hadapan berhalanya dengan

Hati yang hidup (punya semangat)

Adalah lebih baik daripada orang beragama (Islam)

Yang tertidur di masjid.[15]

F.       Pemikiran Pendidikan Muhammad Iqbal

Dalam bidang pendidikan, Muhammad Iqbal tidak mengenal adanya dikotomi pendidikan Barat dan pendidikan Islam, atau pendidikan agama dan pendidikan sekuler. Menurut dia, pemikiran ini bisa merusak hati dan otak manusia. Kedua hal inilah yang meracuni umat Islam sehingga sangat antipati terhadap pendidikan atau ilmu pengetahuan yang dianggapnya bersumber dari Barat yang pada akhirnya menyebabkan umat Islam terbelakang dan ketinggalan zaman.[16] Oleh karena itu, Muhammad Iqbal menyerukan kepada umat Islam agar meniru Barat dalam penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat mencapai kemajuan dengan tidak membatasi pendidikan hanya pada pendidikan agama dan terbuka pada hal-hal yang modern.[17]

Selain itu, Muhammad Iqbal juga mengemukakan prinsip-prinsip pendidikan yang bisa diterapkan oleh umat Islam agar tercapai tujuan-tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Prinsip-prinsip ini, sebagaimana dikutip Muhammad Rizqillah Masykur dari buku Abu Muhammad Iqbal dalam bukunya Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan Besar Ilmuwan Muslim adalah sebagai berikut:

1.      Konsep Individualitas

2.      Pertumbuahn Individualitas

3.      Keserasian Jasmani dan Rohani

4.      Individu dan Masyarakat

5.      Evolusi Kreatif

6.      Peranan Intelek dan Intuisi

7.      Pendidikan Watak

8.      Tata Kehidupan Sosial Islam

9.      Suatu Pandangan Kreatif tentang Pendidikan[18]

G.      Pemikiran Integratif Muhammad Iqbal

Pembahasan sebelumnya telah diuraikan sejarah singkat gerakan pemikiran Islam modern di India yang dimulai dari Syah Waliyullah hingga Muhammad Iqbal. Jika kita lakukan analisa secara mendalam antara satu pemikir dan pemikir lainnya, maka akan kita dapatkan hal-hal penting yang menunjukkan posisi Muhammad Iqbal dalam konstelasi gerakan pemikiran Islam modern di India yang dapat penulis uraikan berikut ini:

Pada dasarnya pemikiran Muhammad Iqbal tidak berbeda dengan para pemikir sebelumnya yang berupaya mencarikan jalan keluar dari keadaan umat Islam saat itu berada dalam keterpurukan dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini disampaikannya dalam tulisannya yang sangat terkenal dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia, yaitu The Reconstruction of Religious Thought in Islam.[19]  Iqbal juga menyerukan, sebagaimana para pemikir lainnya tentang pentingnya membuka pintu ijtihad seluas-luasnya sebagai lambang dikedinamisan Islam. Dalam hal ijtihad ini, Iqbal membaginya kedalam tiga tingkatan, yaitu ijtihad mutlak (complete authority), ijtihad relatif (Relative authority)  dan ijtihad khusus (spesial authority). Ketiga peringkat ijtihad tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi modern dan mencela anggapan bahwa ijtihad ini, khususnya yang peringkat pertama hanya dapat dilakukan oleh generasi awal Islam saja.[20]

Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara pemikiran Muhammad Iqbal dengan dua kelompok pemikiran Islam modern di India, yaitu kelompok Mujahidin dan reformis. Dengan kelompok Mujahidin, Iqbal berseberangan, di mana dia tidak menolak Barat secara ekstrem sebagaimana yang dilakukan kelompok Mujahidin. Di sisi lain, ia juga tidak sependapat dengan kelompok reformis yang sangat ekstrem dalam meniru Barat. Bagi Iqbal, pemikiran imperialisme, sekularisme dan atheisme harus ditolak sebagaiman ditulis Saidul Amin dalam tulisannya yang berjudul Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di India dalam Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid.[21]

Dengan Sayyid Ahmad Khan, pemikir modern lainnya, Muhammad Iqbal berbeda pandangan, khususnya tentang perbandingan agama dan hukum. Dalam hal ini, Iqbal menolak konsep pluralisme Ahmad Khan yang mencoba mencari titik temu antara agama Islam dan Kristen dan malahan menunjukkan perbedaan yang ada di antara kedua agama tersebut. Sementara dalam masalah hukum, Iqbal menerimanya sebagai salah satu sumber hukum dan Ahmad Khan menolaknya.[22]

Ide terbesar Muhammad Iqbal dalam konstelasi gerakan pemikiran Islam di India adalah tentang pendirian negara Pakistan, sebagaimana telah penulis ungkapkan pada pembahasan sebelumnya. Ide ini juga sebagai pembeda yang sangat signifikan antara pemikirannya dan pemikiran-pemikiran modern sebelumnya di mana disampaikannya pada pertemuan tahunan Liga Muslimin India pada tahun 1930. Pada momentum inilah pertama kalinya dicanangkan konsep negara Pakistan dan pemisahan diri dari India.[23]

H.      Penutup

Dari uraian sebelumnya kita  simpulkan bahwa pemikiran pembaruan Islam di India sudah muncul sejak abad ke-18 M. Artinya sedikit lebih dulu dibanding di Indonesia yang baru muncul pada abad ke 19 dengan gerakan paderi di Padang  dan abad ke-20 dengan berdirinya organisasi Muhammadiyah di  Jogyakarta pada tahuun 1912.

Di India, pemikiran Islam bisa dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok Mujahidin yang berhaluan pro Barat, dan kelompok reformis. Ditambah satu kelompok lagi yaitu kelompok integratif yang dimotori oleh Muhammad Iqbal yang tidak antipati terhadap segala hal yang berbau Barat, namun di sisi lain, ia sangat kritis terhadapnya. Di sinilah posisi Iqbal dalam konstelasi pemikiran Islam modern di India. Pemikiran terbesar Iqbal adalah idenya tentang pendirian negara Pakistan, meskipun idenya tersebut baru direalisasikan pada masa Ali Jinnah, penerusnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Zu’ama’a al ishlah fil ‘ashril hadits, Darul Kitab al’arabi, Beirut, tt.

Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme Hingga Post Modernisme

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : Sejarah Pemikiran Dan Gerakan

LSAF, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam :70 Tahun Harun Nasution

Muhammad ‘Abid Al Jabiri, At Turats wal hadatsah

Muhammad Abduh, Al Islam bainal ‘ilmi wal madaniyyah

Muhammad Abduh, Risalatuttauhid

Muhammad Imarah, Al Imam Muhammad ‘Abduh Mujaddidud Dunya bit tajdidi ad dini, Darussyuruq, cet. ke-2, 1988.

Muhammad Imarah, Jamaluddin Al Afghani Munqidzus Syarq wat tamaddun al islami

Muhammad Imarah, Qasim Amin, Tahrirul Mar’ah wat tamaddun al islami

Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam (terj.), Bulan Bintang, cet. ke-3, 1983,

Mukti Ali, Pemikiran Islam di India dan Pakistan

Nurkholish Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban

Fazlurrahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual (terj.), Pustaka, Cet. Ke-1, 1985.

Harun Nasutian dan Azyumardi Azra (Penyunting), Perkembangan Modern Dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Edisi pertama, Desember 1985.

Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia: Respon Cendikiawan Muslim, PT Bina Ilmu, 1987.

Jamaluddin al Afghani dan Muhammad Abduh, Al’urwatul Wutsqa wa ats tsaurah at tahririyyah al kubra (terj.), Darul Arab, cet. Ke-3, 1993.

Ira A. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Terj.), Bagian Ketiga, PT RajaGrafindo Persada, cet. Ke-1, 1999.

https://www.harjasaputra.com/riset/kontribusi-muhammad-iqbal-terhadap-pemikiran-modern-islam-dan-filsafat.html, diakses tanggal 1 Juli 2020.

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/dunia/18/08/09/pd6q2k313-sejarah-masuknya-islam-ke-anak-benua-india, diakses tanggal 2 Juli 2020

https://www.researchgate.net/publication/284119975_MENYINGKAP_PERADABAN_ISLAM_KONTEMPORER_DI_ANAK_BENUA_INDIA, diakses tanggal 2 Juli 2020

Masykur, Mohammad Rizqillah, Pembaharuan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal, Jurnal Al Makrifat, Vol. 3, No. 1, April 2018., diakses tanggal 26 Juni 2020.

Tia Indrajaya, Darmawan, Kontribusi Pemikiran Muhammad Iqbal dalam Pembaharuan Hukum Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. XIII, No. 1, Juni, 2013, diakses tanggal 26 Juni 2020.

 

 



[1] Dosen Sejarah dan Peradaban Islam STAI Indonesia Jakarta.

[4] John Mcleoad, The History of India, London, Greenwood Press, 2002,  11-12.

[5] Sebenarnya tentang kelahiran Iqbal terdapat beberapa perbedaan. Miss Luce Claude Maitre, Osman Raliby dan Bachrum Rangkuti mencatat bahwa ia lahir pada 22 Pebruari 1873, sedangkan Wilfred Cant’well Smith mencatat kelahirannya tahun 1876. Namun yang terkuat adalah pada 9 Nopember 1877 di mana KBR Islam Pakistan memeringati 100 tahun kelahirannya pada tanggal 9 Nopemmber 1977. Lihat Drs. Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Hukum Islam, 44.

[6] Drs. Muhammad Iqbal,  Rekonstruksi Pemikiran Islam, h. 47.

[7] Wilfred Cantwell Smith, Islam Modern di India, Penerbit Pustaka, cet. ke-1, tahun 2004, h. 112.

[8] Muhammad Rizqillah Masykur, Pembaruan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal  dalam jurnal AL-Makrifat Vol. 3, No. 1 April 2018.

[9] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, 1993.

[10] Muhammad Iqbal, The Reconstruction..,New Delhi: Kitab Bhavan. 1981, Terj. Osman Raliby, Bulan Bintang, 1983,  172.

Muhammad Iqbal, The Reconstruction. 171.

[12] Wilfred Cantwell Smith, Islam Modern di India, Penerbit Pustaka, cet. ke-1, tahun 2004,  113.

[13] Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, Bulan Bintang, cet. ke-3, 1983, 223.

[14] Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, 205.

[15] Wilfred Cantwell Smith, Islam Modern di India, 115.

[16] Muhammad Rizqillah Masykur, Pembaruan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal  dalam jurnal AL-Makrifat Vol. 3, No. 1 April 2018.

[17] Muhammad Rizqillah Masykur, Pembaruan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal  dalam jurnal AL-Makrifat Vol. 3, No. 1 April 2018.

[18] Muhammad Rizqillah Masykur, Pembaruan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal  dalam jurnal AL-Makrifat Vol. 3, No. 1 April 2018.

[19] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, 1983,

[20] Muhammad Iqbal, The Reconstruction.., 148-149.

[21] Saidul Amin, Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di India, volume 21, No. 1, Juli 2018.

[22] Saidul Amin, Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di India, volume 21, No. 1, Juli 2018.

[23] Saidul Amin, Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di India, volume 21, No. 1, Juli 2018.

TOKO AQURO

TOKO AQURO



1.  Air Isi Ulang RO 6 rb/galon
2. Kefir harga 15 rb/250 ml.
3. Kopi Jahe Merah 1500/sachet.
4. Beras Kencur 9 rb/250 ml.
5. Mi Lemonilo 6 rb/bungkus
6. Kaldu Jamur 12/30 sachet
7. Madu Sumbawa 85 rb/botol Marjan