MUHAMMAD IQBAL
DALAM KONSTELASI PEMIKIRAN MODERN ISLAM
DI INDIA
Oleh:
Aip
Aly Arfan[1]
Abstrack: India is a big country in South Asia
that has a long story.
As the second largest muslim population in the world today,
India played an important role in bringing up it’s thingkers
in classical and modern period.
However, this paper doesn’t thoroughly discuss
the history of modern Islamic thought in India.
This research focuses on Muhammad Iqbal’s position
in the costellation of Islamic modern thought in India.
Here, Iqbal play role as the islamic modern integrated thought
between the very anti-Western with the pro-Western.
Keywords:
Islamic modern, Muhammad
Iqbal, Islamic thought renewal.
A. Pendahuluan
Islam adalah agama terbesar kedua di India. Pada 2011, sensus penduduk
negara tersebut menyebutkan, jumlah Muslim sebanyak 14,2 persen dari populasi
atau sekitar 172 juta jiwa. Agama mayoritas, yakni Hindu, dengan jumlah sekitar
79,62 persen dari total penduduk. Selebihnya menganut Protestan, Katolik,
Buddha, Jainisme, Sikh, dan Yahudi.[2] Pada tahun 2050 mendatang,
diprediksi India akan mengalahkan India sebagai negara dengan jumlah populasi
muslim terbesar di dunia sebanyak 300 juta jiwa.[3]
Mengutip Population by Region in India, peranan Muslim di negara berbentuk
republik federasi di Asia Selatan ini dalam pengembangan Islam dapat dilihat
dalam empat tahapan. Pertama, masa
sebelum Kerajaan Mogul (705-1526). Kedua,
masa kekuasaan Kerajaan Mogul (1526-1858). Ketiga,
masa Kekuasaan Inggris (1858- 1947). Dan, tahap keempat, Islam pada negara India sekuler (1947-sekarang).
Masuknya Muslim ke anak benua India terjadi dalam tiga gelombang yang
terpisah.
Orang-orang Arab masuk pada abad ke-8, orang-orang Turki pada abad ke-12, dan
orang-orang Afghanistan pada abad ke-16.
Jauh sebelum Kerajaan Mogul berdiri, sebenarnya sejak abad ke-1 Hijriyah,
Islam telah masuk India ketika Umar bin Khattab memerintahkan ekspedisi. Pada
643 M, setelah Umar wafat, orang-orang Arab menaklukkan Makran di Baluchistan.
Sebagai salah satu pusat peradaban di dunia, India memiliki sejarah yang
sangat penjang. The Subcontinent ini
diperkirakan telah dihuni manusia sejak abad 7000 SM. Namun baru tahun 3200 SM,
sebagaimana ditulis John Mcleod dalam bukunya The History of India baru ditemukan perkampungan penduduk di lembah
Indus dan Saravati di mana keduanya merupakan sungai terbesar di India yang
mengalir dari Himalaya ke Asia Selatan dan bermuara di Laut Arab.[4]
Dengan latar belakang sejarah di atas, bagaimana dinamika pemikiran modern
Islam di India? Tulisan ini tidak membahas secara penjang lebar sejarah gerakan
Islam di India dan hanya akan memfokuskan penelitiannya pada posisi Muhammad
Iqbal sebagai salah satu pemikir modern Islam di India.
Adapun metode penelitian yang diambil adalah metode deskriptif analisis
dengan mengaitkan antara satu fenomena dengan fenomena lain dan komparasi
antara satu pemikiran dengan pemikiran yang lain dengan tetap berupaya objektif
dalam analisa-analisa yang dibuat.
B. Gerakan Pemikiran Modern Islam di India
Pemikiran
modernn Islam di India dipelopori oleh Syah Waliyullah pada abad ke-18 sebelum
dijajah Inggeri yang dilanjutkan oleh Syah Abdul Aziz pada akhir abad ke-18
saat Inggris sudah menjajah India selama.....Pembaruan pemikiran Islam
setelahnya dilanjutkan oleh Sayyid Ahmad Syahid (1786-1831) yang mendirikan
gerakan Mujahidun sebagai basis gerakan pembaruannya yang bersifat kemiliteran.
Setelah wafatnya, gerakan Mujahidun terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu
kelompok Jihad fisik yang mengedepankan peperangan dan jihad non fisik yang
lebih ke jihad pemikiran. Kelompok yang pertama dilanjutkan oleh dua orang
bersaudara, Maulvi Wilayat Ali (w: 1852) dan Maulvi Inayat Ali (w:1858).
Sedangkan kelompok yang kedua dijalankan oleh Muhammad Qasim dan Muhammad
Iqbal, pemikir pembaruan yang menjadi fokus penelitian ini.
Pembaruan
Pemikiran Islam memasuki babak barunya pada masa Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)
yang mengubah konfrontasi dengan kompromi. Hal ini dilatarbelakangi oleh
keadaan umat Islam yang semakin lemah, terutama secara politik sepeninggal lemahnya
kelompok Mujahidun dan kerajaan Mughal. Dalam melaksanakan pembaruannya, Sayyid
Ahmad Khan mendirikan Gerakan Aligarh pada tahun 1878 yang kemudian menjadi
Universitas Islam Aligarh pada tahun 1920 dan menjadi pusat gerakan pembaruan
Islam di India hingga sekarang.
Gerakan
Aligarh sepeninggal Ahmad Khan dilanjutkan oleh Nawab Muhsin Al-Mulk yang lebih
dikenal dengan Sayyid Mahdi Ali (1837-1907) yang berhasil mendirikan Liga
Muslimin India pada tahun 1906.
Pembaruan
Pemikiran Islam di India pada fase selanjutnya dilakukan oleh Sayyid Amir Ali
(1849-1928). Pemikiran pembaruannya dijelaskan secara panjang lebar pada
bukunya yang berjudul The Spirit of
Islam, buku yang menggambarkan bahwa Islam adalah agama kemajuan
berdasarkan sejarah dan peradabannya. Pada
tahun 1877 Sayyid Amir Ali berhasil mendirikan wadah persaatuan umat Islam di
India yang diberi nama National
Mohammedan Assosiation (NMA).
Pembaruan
pemikiran Islam di India memasuki babak barunya pada masa Muhammad Iqbal, di
mana pemikiran pembaruannya bisa dikatakan sebagai penggabungan kedua pemikiran
pembaruan yang hadir pada masa-masa sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan
secara lebih jelas siapa Muhammad Iqbal itu, bagaimana perjalanan hidup dan
pemikirannya dan apa sajakah pemikiran-pemikiran pembaruannya di India serta
posisinya dalam konstelasi gerakan pemikiran modern Islam di India.
C. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad
Iqbal lahir di Sialkot, Punjab India (Pakistan sekarang) pada 9 Nopember 1877[5]
dalam keluarga Islam yang taat beragama di mana ayahnya adalah seorang sufi. Ia
menempuh pendidikan formalnya pertama kali di maktab yang dilanjutkannya ke
Scottish Mission School di mana ia
bertemu salah seorang yang kemudian berpengaruh kepada pemikiran keagamaannya,
yaitu Sayid Mir Hasan.
Pada
1895, ia ke Lahore dan belajar di Government College di mana ia bertemu oleh
Sir Thomas Arnold, guru besar Universitas Aligarh dan berkenalan dengan
filsafat Barat darinya yang kemudian merekonmendasikannya untuk belajar ke
Eropa. Pada tahun 1908 ia berhasil meraih gelah doktor dari Universitas Munich
Jerman dengan tesis tentang mistisisme
Persia setelah sebelumnya berhasil mencapai gelar MA pada Universitas Cambridge
di Inggeris. Ia pun sempat menggantikan gurunya Sir Thomas Arnold sebagai
pengajar di Universitas London yang telah berusia lanjut.[6]
Pada
tahun itu pula (1908) ia pulang ke Lahore dan bekerja sebagai pengacara. Di
samping itu ia juga aktif menggubah syair-syair sehingga ia terkenal sebagai pujangga
dengan syair-syair yang menggelorakan semangat ajaran aktivismenya yang
dinamis, ajaran tentang masa depan yang didasari nilai-nilai Islam yang sangat
mengagumkan. Karirinya pun mulai menanjak sejak saat itu di mana pada 1922 Muhammad Iqbal diangkat
menjadi seorang bangsawan dan empat tahun kemudian menjadi anggota dewan
legislatif pusat. Pada 1930 ia menjadi Ketua Liga Muslim.[7]
D. Pemikiran Politik Muhammad Iqbal
Seperti
pemikir-pemikir pembaruan yang telah lebih dulu hadir, Muhammad Iqbal juga hidup
pada zaman di mana Inggris masih menjajah India. Oleh karena itu, pemikiran
pembaruannya pun tidak terlepas dari faktor historis yang melingkupinya. Yang
menarik adalah bahwa Muhammad Iqbal tidak memilih untuk bersikap kompromi
terhadap para penjajah, namun juga tidak bersikap konfrontatif terhadap mereka.
Ia berusaha untuk mengambil jalan tengah antara kedua jalan ekstrem yang
ditempuh pendahulunya Sayyid Ahmad Khan yang sangan kompromistis terhadap
kolonial Inggris dan yang ditempuh Syah Waliyullah yang yang sangat
konfrontatif terhadapnya.
Dalam
bidang politik, pemikiran pembaruan Muhammad Iqbal tertuang dalam semangatnya
memperjuangkan Pan-islamisme di mana umat Islam bisa hidup adil dan makmur
dalam naungan Al-Quran dan Hadis. Pandangan inilah yang kemudian mengkristal
menjadi ide pendirian negara Pakistan, sehingga Muhammad Iqbal dijuluki sebagai
Bapak Pakistan. Meskipun negara Pakistan sendiri baru berdiri sepeninggalnya.
Dalam hal ini, pada tahun 1930 pada pertemuan tahunan di Liga Muslimin India, Muhammad
Iqbal menyatakan: “Saya ingin melihat Punjab, daerah perbatasan Utara, Sindi
dan Balukhistan bergabung menjadi satu negara”
[8]
Selain
Pan-Islamisme, pemikiran politik Muhammad Iqbal juga tampak pada prinsipnya
mengenai pentingnya nasionalisme India yang dituangkan dalam banyak syairnya
yang menyerukan kemerdekaan umat Islam dan persatuan umat Islam dan Hindu di
India dalam satu negara yang berdaulat.[9]
E. Pemikiran Keagamaan Muhammad Iqbal
Dalam
pandangan keagamaan, khususnya berkenaan dengan Al-Quran dan Hadis, Iqbal
mengafirmasi bahwa Al-Quran adalah sumber hukum yang utama. Namun dia
berpendapat bahwa penafsiran Al-Quran berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman.Tujuan utama Al-Quran menurut Iqbal adalah untuk membangkitkan kesadaran
manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta.
Al-Quran tidak memuatnya secara detail, dan manusialah yang dituntut untuk
mengembangkannya.[10] Sedangkan
Hadis, Iqbal memiliki pandangan yang sama dengan Abu Hanifah yang terkenal
dengan konsep al-Istihsannya. Dalam
hal ini, Iqbal lebih cenderung melihat makna universalitas Hadis dibanding
teksnya itu sendiri. Hal ini bukan tidak memercayai Hadis, tetapi lebih kepada
sikap rasional dalam memahami substansi Hadis yang berupa ruh dan spiritnya.[11]
Selain
itu, Iqbal sangan peduli dengan keadaan umat Islam saat itu yang sedang berada
dalam kemunduran pemikiran dan jumud. Dia membangunkan umat Islam yang
menurutnya sedang terlelap dalam tidurnya dan menyerukan kepada mereka agar
bersikap aktif dan dinamis dengan meninggalkan paham fatalisme dan mengambil
paham kebebasan. Menurut Iqbal, sebagaimana ditulis Smith, hidup itu bukan
untuk dikontemplasikan, namun harus dijalani dengan penuh semangat.[12]
Oleh karena itu, pintu ijtihad harus
dibuka kembali seluas-luasnya, termasuk dalam lapangan fikih. Hal itu, menurut
Iqbal karena sejak masa-masa yang sangat dini dalam sejarah Islam sampai masa
Daulat Abbasiyah telah bermunculan berbagai mazhab fikih sebagai bukti
diberlakukannya ijtihad.[13]
Dalam hal ini, Iqbal mengkritisi pandangan sebagian ulama yang memberikan
persyaratan ijtihad yang sangat ketat sehingga tidak mungkin dipenuhi yang
mengakibatkan hukum Islam menjadi stagnan dan tidak berkembang. Umat Islam pun
dilanda penyakit taqlid yang berkepanjangan. Ia mengatakan bahwa sikap
pemagaran ijtihad dengan syarat-syarat yang sangat sulit ini merupakan sikap
yang ganjil dalam sistem hukum yang didasarkan pada Al Quran yang mengandung
satu pandangan hidup yang dinamis.[14]
Seruan
untuk bergaya hidup yang dinamis dan meninggalkan sikap hidup yang pasif kepada
umat Islam ini begitu kerasnya dalam
tulisan-tulisan Iqbal sehingga dapatlah dikatakan bahwa inilah inti dari
seluruh ide-ide pembaharuannya yang diarahkan kepada umat Islam. Dalam suatu
syairnya, sebagaimana dikutip Smith, Iqbal, berkenaan dengan ide dinamismenya
sampai mengatakan bahwa seorang kafir yang dinamis adalah lebih baik daripada
seorang muslim yang pasif. Berikut ini syairnya:
Seorang
kafir yang berada di hadapan berhalanya dengan
Hati yang hidup (punya
semangat)
Adalah
lebih baik daripada orang beragama (Islam)
Yang
tertidur di masjid.[15]
F. Pemikiran Pendidikan Muhammad Iqbal
Dalam
bidang pendidikan, Muhammad Iqbal tidak mengenal adanya dikotomi pendidikan
Barat dan pendidikan Islam, atau pendidikan agama dan pendidikan sekuler.
Menurut dia, pemikiran ini bisa merusak hati dan otak manusia. Kedua hal inilah
yang meracuni umat Islam sehingga sangat antipati terhadap pendidikan atau ilmu
pengetahuan yang dianggapnya bersumber dari Barat yang pada akhirnya
menyebabkan umat Islam terbelakang dan ketinggalan zaman.[16]
Oleh karena itu, Muhammad Iqbal menyerukan kepada umat Islam agar meniru Barat
dalam penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat mencapai kemajuan
dengan tidak membatasi pendidikan hanya pada pendidikan agama dan terbuka pada
hal-hal yang modern.[17]
Selain
itu, Muhammad Iqbal juga mengemukakan prinsip-prinsip pendidikan yang bisa
diterapkan oleh umat Islam agar tercapai tujuan-tujuan pendidikan yang
dicita-citakan. Prinsip-prinsip ini, sebagaimana dikutip Muhammad Rizqillah
Masykur dari buku Abu Muhammad Iqbal dalam bukunya Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan Besar Ilmuwan Muslim adalah
sebagai berikut:
1. Konsep
Individualitas
2. Pertumbuahn
Individualitas
3. Keserasian
Jasmani dan Rohani
4. Individu
dan Masyarakat
5. Evolusi
Kreatif
6. Peranan
Intelek dan Intuisi
7. Pendidikan
Watak
8. Tata
Kehidupan Sosial Islam
9. Suatu
Pandangan Kreatif tentang Pendidikan[18]
G. Pemikiran Integratif Muhammad Iqbal
Pembahasan sebelumnya
telah diuraikan sejarah singkat gerakan pemikiran Islam modern di India yang
dimulai dari Syah Waliyullah hingga Muhammad Iqbal. Jika kita lakukan analisa
secara mendalam antara satu pemikir dan pemikir lainnya, maka akan kita
dapatkan hal-hal penting yang menunjukkan posisi Muhammad Iqbal dalam
konstelasi gerakan pemikiran Islam modern di India yang dapat penulis uraikan
berikut ini:
Pada dasarnya
pemikiran Muhammad Iqbal tidak berbeda dengan para pemikir sebelumnya yang
berupaya mencarikan jalan keluar dari keadaan umat Islam saat itu berada dalam
keterpurukan dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini disampaikannya dalam
tulisannya yang sangat terkenal dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa di dunia, yaitu The Reconstruction
of Religious Thought in Islam.[19]
Iqbal juga menyerukan, sebagaimana
para pemikir lainnya tentang pentingnya membuka pintu ijtihad seluas-luasnya
sebagai lambang dikedinamisan Islam. Dalam hal ijtihad ini, Iqbal membaginya
kedalam tiga tingkatan, yaitu ijtihad mutlak (complete authority), ijtihad relatif (Relative authority) dan
ijtihad khusus (spesial authority).
Ketiga peringkat ijtihad tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi modern dan
mencela anggapan bahwa ijtihad ini, khususnya yang peringkat pertama hanya
dapat dilakukan oleh generasi awal Islam saja.[20]
Terdapat perbedaan
yang cukup signifikan antara pemikiran Muhammad Iqbal dengan dua kelompok
pemikiran Islam modern di India, yaitu kelompok Mujahidin dan reformis. Dengan
kelompok Mujahidin, Iqbal berseberangan, di mana dia tidak menolak Barat secara
ekstrem sebagaimana yang dilakukan kelompok Mujahidin. Di sisi lain, ia juga
tidak sependapat dengan kelompok reformis yang sangat ekstrem dalam meniru
Barat. Bagi Iqbal, pemikiran imperialisme, sekularisme dan atheisme harus
ditolak sebagaiman ditulis Saidul Amin dalam tulisannya yang berjudul Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di India dalam
Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran
Keagamaan Tajdid.[21]
Dengan Sayyid Ahmad
Khan, pemikir modern lainnya, Muhammad Iqbal berbeda pandangan, khususnya
tentang perbandingan agama dan hukum. Dalam hal ini, Iqbal menolak konsep
pluralisme Ahmad Khan yang mencoba mencari titik temu antara agama Islam dan
Kristen dan malahan menunjukkan perbedaan yang ada di antara kedua agama
tersebut. Sementara dalam masalah hukum, Iqbal menerimanya sebagai salah satu
sumber hukum dan Ahmad Khan menolaknya.[22]
Ide terbesar Muhammad
Iqbal dalam konstelasi gerakan pemikiran Islam di India adalah tentang
pendirian negara Pakistan, sebagaimana telah penulis ungkapkan pada pembahasan
sebelumnya. Ide ini juga sebagai pembeda yang sangat signifikan antara
pemikirannya dan pemikiran-pemikiran modern sebelumnya di mana disampaikannya
pada pertemuan tahunan Liga Muslimin India pada tahun 1930. Pada momentum inilah
pertama kalinya dicanangkan konsep negara Pakistan dan pemisahan diri dari
India.[23]
H. Penutup
Dari
uraian sebelumnya kita simpulkan bahwa
pemikiran pembaruan Islam di India sudah muncul sejak abad ke-18 M. Artinya
sedikit lebih dulu dibanding di Indonesia yang baru muncul pada abad ke 19
dengan gerakan paderi di Padang dan abad
ke-20 dengan berdirinya organisasi Muhammadiyah di Jogyakarta pada tahuun 1912.
Di
India, pemikiran Islam bisa dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok Mujahidin
yang berhaluan pro Barat, dan kelompok reformis. Ditambah satu kelompok lagi
yaitu kelompok integratif yang dimotori oleh Muhammad Iqbal yang tidak antipati
terhadap segala hal yang berbau Barat, namun di sisi lain, ia sangat kritis
terhadapnya. Di sinilah posisi Iqbal dalam konstelasi pemikiran Islam modern di
India. Pemikiran terbesar Iqbal adalah idenya tentang pendirian negara
Pakistan, meskipun idenya tersebut baru direalisasikan pada masa Ali Jinnah,
penerusnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
Amin, Zu’ama’a al ishlah fil ‘ashril hadits, Darul Kitab al’arabi,
Beirut, tt.
Azyumardi Azra, Pergolakan
Politik Islam: Dari Fundamentalisme Hingga Post Modernisme
Harun
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : Sejarah Pemikiran Dan Gerakan
LSAF,
Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam :70 Tahun Harun Nasution
Muhammad
‘Abid Al Jabiri, At Turats wal hadatsah
Muhammad
Abduh, Al Islam bainal ‘ilmi wal madaniyyah
Muhammad
Abduh, Risalatuttauhid
Muhammad
Imarah, Al Imam Muhammad ‘Abduh Mujaddidud Dunya bit tajdidi ad dini,
Darussyuruq, cet. ke-2, 1988.
Muhammad
Imarah, Jamaluddin Al Afghani Munqidzus Syarq wat tamaddun al islami
Muhammad
Imarah, Qasim Amin, Tahrirul Mar’ah wat tamaddun al islami
Muhammad
Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam (terj.), Bulan Bintang,
cet. ke-3, 1983,
Mukti Ali, Pemikiran Islam
di India dan Pakistan
Nurkholish
Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban
Fazlurrahman, Islam dan
Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual (terj.), Pustaka, Cet. Ke-1, 1985.
Harun
Nasutian dan Azyumardi Azra (Penyunting), Perkembangan Modern Dalam Islam,
Yayasan Obor Indonesia, Edisi pertama, Desember 1985.
Muhammad
Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia: Respon Cendikiawan Muslim, PT Bina
Ilmu, 1987.
Jamaluddin al Afghani dan
Muhammad Abduh, Al’urwatul Wutsqa wa ats tsaurah at tahririyyah al kubra
(terj.), Darul Arab, cet. Ke-3, 1993.
Ira A. Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam (Terj.), Bagian Ketiga, PT RajaGrafindo Persada, cet.
Ke-1, 1999.
https://www.harjasaputra.com/riset/kontribusi-muhammad-iqbal-terhadap-pemikiran-modern-islam-dan-filsafat.html, diakses tanggal 1 Juli 2020.
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/dunia/18/08/09/pd6q2k313-sejarah-masuknya-islam-ke-anak-benua-india, diakses tanggal 2 Juli 2020
https://www.researchgate.net/publication/284119975_MENYINGKAP_PERADABAN_ISLAM_KONTEMPORER_DI_ANAK_BENUA_INDIA, diakses tanggal 2 Juli 2020
Masykur, Mohammad
Rizqillah, Pembaharuan Islam di Asia
Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal, Jurnal Al Makrifat, Vol. 3, No. 1, April
2018., diakses tanggal 26 Juni 2020.
Tia Indrajaya,
Darmawan, Kontribusi Pemikiran Muhammad
Iqbal dalam Pembaharuan Hukum Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. XIII, No. 1,
Juni, 2013, diakses tanggal 26 Juni 2020.
[1] Dosen Sejarah dan Peradaban
Islam STAI Indonesia Jakarta.
[2]https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/dunia/18/08/09/pd6q2k313-sejarah-masuknya-islam-ke-anak-benua-india,
diakses tanggal 2 Juli 2020.
[3] https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/dunia/18/08/09/pd6q2k313-sejarah-masuknya-islam-ke-anak-benua-india, diakses tanggal 2 Juli 2020.
[4] John Mcleoad, The History of India, London, Greenwood
Press, 2002, 11-12.
[5] Sebenarnya tentang kelahiran
Iqbal terdapat beberapa perbedaan. Miss Luce Claude Maitre, Osman Raliby dan
Bachrum Rangkuti mencatat bahwa ia lahir pada 22 Pebruari 1873, sedangkan
Wilfred Cant’well Smith mencatat kelahirannya tahun 1876. Namun yang terkuat
adalah pada 9 Nopember 1877 di mana KBR Islam Pakistan memeringati 100 tahun
kelahirannya pada tanggal 9 Nopemmber 1977. Lihat Drs. Muhammad Iqbal, Rekonstruksi
Pemikiran Hukum Islam, 44.
[6] Drs. Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam, h. 47.
[7] Wilfred Cantwell Smith, Islam
Modern di India, Penerbit Pustaka, cet. ke-1, tahun 2004, h. 112.
[8] Muhammad Rizqillah Masykur, Pembaruan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal dalam jurnal AL-Makrifat Vol. 3, No. 1 April 2018.
[9] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran
dan Gerakan, Bulan Bintang, 1993.
[10] Muhammad Iqbal, The Reconstruction..,New Delhi: Kitab
Bhavan. 1981, Terj. Osman Raliby, Bulan Bintang, 1983, 172.
[12] Wilfred Cantwell Smith, Islam
Modern di India, Penerbit Pustaka, cet. ke-1, tahun 2004, 113.
[13] Muhammad Iqbal, Pembangunan
Kembali Alam Pikiran Islam, Bulan Bintang, cet. ke-3, 1983, 223.
[14] Muhammad Iqbal, Pembangunan
Kembali Alam Pikiran Islam, 205.
[15] Wilfred Cantwell Smith, Islam Modern di India, 115.
[16] Muhammad Rizqillah Masykur, Pembaruan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal dalam jurnal AL-Makrifat Vol. 3, No. 1 April 2018.
[17] Muhammad Rizqillah Masykur, Pembaruan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal dalam jurnal AL-Makrifat Vol. 3, No. 1 April 2018.
[18] Muhammad Rizqillah Masykur, Pembaruan Islam di Asia Selatan: Pemikiran Muhammad Iqbal dalam jurnal AL-Makrifat Vol. 3, No. 1 April 2018.
[19] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran
dan Gerakan, Bulan Bintang, 1983,
[20] Muhammad Iqbal, The Reconstruction.., 148-149.
[21] Saidul Amin, Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di India, volume
21, No. 1, Juli 2018.
[22] Saidul Amin, Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di India, volume 21, No. 1, Juli 2018.
[23] Saidul Amin, Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di India, volume 21, No. 1, Juli 2018.