Memaknai Tahun Baru



Memaknai Tahun Baru* 
Oleh:
H. Aip Aly Arfan, MA


Hadirin Sidang  Jumat Yang dirahmati Allah!
Berdasarkan kalender Masehi, hari ini adalah tanggal 27 Desember 2013. Berarti beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun baru 2014 M. Tentunya seperti tahun-tahun sebelumnya, pergantian tahun ini akan diwarnai berbagai kegiatan dan acara, seperti, berpergian ke tempat-tempat hiburan, jalan-jalan ke puncak atau keluar negeri, menonton TV, meniup trompet, menyalakan kembang api, dan lain-lain. Dari beragamnya acara dalam menyambut detik-detik pergantian tahun ini muncul banyak pertanyaan di benak kita, apa hukumnya merayakan pergantian tahun ini? Bolehkah meniup trompet dan menyalakan kembang api dalam menyambut tahun baru? Dan apa makna tahun  baru ini bagi umat Islam? Atau dengan kalimat lain, bagaimana kita umat Islam memaknai tahun baru ini?
Hadirin Sidang  Jumat Yang dirahmati Allah!
Kalau dilihat dari sejarahnya, perayaan pergantian tahun ini sudah dilakukan sejak dahulu kala, yaitu tahun 153 SM oleh bangsa Romawi yang dilanjutkan oleh Julius Caesar  pada tahun 47 SM. Artinya perayaan tahun baru ini telah dilakukan sebelum dirayakan oleh orang-orang Nasrani. Hingga saat ini, perayaan tahun baru Masehi bukan saja dirayakan oleh orang-orang Kristen, tapi oleh sebagian besar (seluruh) manusia di berbagai belahan dunia. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru tidak terkait oleh hari besar agama tertentu. Jadi hukumnya adalah boleh. Dan sebenarnya, yang menjadi permasalan bukan haram atau tidaknya merayakan tahun baru Masehi ini, tapi apa yang kita lakukan dalam merayakannya. Apakah menyimpang dari nilai-nilai Islam atau masih dalam koridornya.  Yang jadi persoalan bukan  apakah jika kita merayakan pergantian tahun ini berarti kita mengikuti orang-orang non-muslim, atau tidak, tapi apakah dalam merayakannya kita juga mengikuti bagaimana orang-orang non-muslim merayakannya atau kita punya cara sendiri dalam merayakannya. Oleh karena itu, menyalakan kembang api pada malam pergantian tahun boleh-boleh saja. Begitu juga dengan meniup trompet. Singkatnya, bukan merayakannya yang bermasalah, tapi bagaimana kita merayakannya. Kalau kita merayakannya diringi dengan perbuatan maksiat, dengan meminum-minuman keras, misalnya, maka itu yang dilarang. Tapi sebaliknya, kalau kita merayakannya dengan zikir bersama, misalnya, maka itu yang dianjurkan.
Hadirin Sidang  Jumat Yang dirahmati Allah!
Kalau kita telaah lebih jauh, sebenarnya ada satu hal yang lebih penting dari sekadar perayaan tahun baru Masehi ini. Apa itu? Inilah yang khatib istilahkan dengan memaknai tahun baru. Lalu, apa makna  tahun baru Masehi ini bagi kita umat Islam?
Tahun baru Masehi sebagaimana tahun baru Hijriah, adalah peristiwa perpindahan masa atau waktu dari yang lama ke yang baru. Ini artinya ketika terjadi pergantian tahun, maka kita seakan diingatkan akan pentingnya waktu dalam kehidupan kita, umat Islam. Sebagaimana kita ketahui bersama, dalam Islam, waktu adalah hal yang sangat penting. Begitu pentingnya waktu, Allah SWT bersumpah atas nama waktu. Ada waddhuha, wallail dll. Dan semua manusia akan merugi jika tidak menyadari pentingnya menggunakan waktu untuk melakukan kebaikan. Dalam surat Al-Ahsr Allah SWT berfirman:

1)     Demi masa.
2)     Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
3)     kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Dalam Islam, waktu juga sangat berharga. Begitu berharganya waktu dalam Islam Imam Al-Ghazali seorang tokoh yang sangat berpengaruh mengatakan bahwa yang paling jauh itu waktu yang telah berlalu dan yang paling dekat adalah kematian.
Selain itu, waktu kita hidup di dunia ini sangat singkat. Begitu singkatnya sampai-sampai kita tidak merasa bahwa semakin hari usia kita semakin bertambah. Usia kita yang dari hari ke hari bertambah pun pada hakekatnya berkurang.
Hadirin Sidang Jumat Yang dirahmati Allah!
Oleh karena itu, bagaimana kita memaknai tahun baru ini adalah dengan memanfaatkan momen pergantian tahun untuk melakukan evaluasi dan introspeksi diri. Dan pertanyaan yang perlu kita jawab adalah sudah seberapa besar kah kebaikan kita di tahun 2013 ini? Dan apakah kita sudah mempersiapkan bekal kita di akhirat nanti sebanyak-banyaknya?
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr: 18. 

018. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Begitu juga hadis nabi Muhammad SAW: "Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau berkata, "Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT". (HR. Imam Turmudzi) dan pernyataan Umar bin Khattab tentang pentingnya muhasabah: Lakukankah evaluasi terhadap diri kamu sekalian sebelum dievaluasi nanti (di akhirat). Pertanyaan yang perlu kita jawab adalah apakah tahun yang baru lewat ini tahun kebaikan kita? Seberapa besar kebaikan yang telah kita lakukan di tahun ini? Apakah kita telah memanfaatkan tahun ini dengan sebaik-baiknya untuk berbuat sebanyak mungkin kebaikan dan kebajikan?
Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa dan kesalahan yang kita lakukan di tahun 2013 ini dan semoga tahun yang akan datang lebih baik dari tahun ini. Amin.
Hadirin Sidang  Jumat Yang dirahmati Allah!
Demikian khutbah Jumat kali ini semoga bermanfaat.


*Khutbah ini disampaikan pada tanggal 27 Desember 2013 di Masjid Al-Ihsan STAI Indonesia Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar